KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Manusia di dalam kehidupannya
harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok
atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat
bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial
dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu
selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk
kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan.
Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications
atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan
adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita
pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama
tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan.
Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan
masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat
memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi
ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi
yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian
dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada
prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor
kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan
informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi
massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan
elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward
L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga)
model dalam komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model
ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang
diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat
monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model
yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik.
Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap
partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai
komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini
komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara
dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah
komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu
defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang
melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan
yang ditetapkan. Dari
batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua
individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas,
seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi
baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep
komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat
memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu
komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek
organisasi. Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi
organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat
hubungannya saling bergabung satu sama lain (the
flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana
telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi
komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus
komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald
Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication,
mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi
tersebut sebagai berikut:
1. Downward
communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang
yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi
dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian
atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa
suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian informasi mengenai
peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian
motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2. Upward communication, yaitu komunikasi yang
terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.
Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a) Penyampaian informai tentang pekerjaan
pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian informasi tentang
persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh
bawahan
c) Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian
keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi
ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan
yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki
koordinasi tugas
b) Upaya
pemecahan masalah
c) Saling berbagi informasi
d) Upaya pemecahan konflik
e) Membina hubungan
melalui kegiatan bersama.
Proses
Komunikasi
Pada tataran
teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua
perspektif, yaitu:
Perspektif Kognitif. Komunikasi
menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif adalah
penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau
berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah
sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan
lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan
yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi
yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi
telah terjadi.
Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif
perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di
mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada
receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui
lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai
stimuli untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi
yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara
sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi dari
dua perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu
organisasi. Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan,
bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang
lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi
penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim
pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan
mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang
disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi
antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses
komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok
yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai
berikut:
Langkah pertama yang dilakukan
sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan
seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan
landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
Langkah kedua dalam penciptaan
suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau
gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang
disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek
terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana
sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan
ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau
gambar-gambar.
Langkah ketiga dalam proses
komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode).
Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis,
menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah
ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat
untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan
telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap
materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi
kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP
(overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi
dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada
penerima seperti yang dikehendaki.
Langkah keempat, perhatian dialihkan
kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima
perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak
mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima
melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap
pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding)
merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam
pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan menentukan
bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons
terhadap pesan tersebut.
Proses terakhir dalam proses
komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber
mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada
penerima. Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang
disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan
tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun
menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk
mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam
suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi
dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat
dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap
dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi
yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua
orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.
Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu
kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam
organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang
jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini
berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.
Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap
fungsi regulatif ini, yaitu:
Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu
mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk
memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi
kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority)
supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian,
sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
Keabsahan pimpinan
dalam penyampaikan perintah.
Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin
sekaligus sebagai pribadi.
Tingkat
kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif
pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan
kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh
untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu
organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang
lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab
pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan
kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan
kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi
berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan
tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal
seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan
laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan
antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun
kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
Memahami
Komunikasi dalam Organisasi
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada
pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan
yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan
bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan
sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan
dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a
given situation).
Masing-masing
gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk
mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu
pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung
pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari
adalah sbb:
1.
The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat
mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk
membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang
lain. Orang-orang yang menggunakan gaya
komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way
communications.
Pihak-pihak yang memakai
controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian
kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi
pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan
balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk
kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak
khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha
menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi
pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal
dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar
dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa
yang dilakukannya. The controlling style of communication ini
sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang
bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan
orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
2.
The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan
kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan
berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang
bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana
yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan
pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini,
adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan
membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun
dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan
memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam
memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil
keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi
ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di
antara para anggota dalam suatu organisasi.
3.
The Structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan
pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang
harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.
Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk
mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan
organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi
tersebut.
Stogdill dan Coons dari The
Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi
dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau
Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa
pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu
merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi,
kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
muncul.
4.
The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini
memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami
bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan
(action-oriented). The dynamic style of communication ini sering
dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga
(salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang
agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja
dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya
komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5.
The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan
kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada
keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai
hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan
efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan
orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia
untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
6.
The Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,
artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang
lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang
dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang
kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan
dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba
melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu
keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena
itu, gaya ini
tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang
diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the
equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat
digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek
yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal
mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya
interaksi yang bermanfaat
Referensi :
A. Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
Miftah
Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
Onong Uchyana
Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, 2001
Ronald Adler dan George Rodman, Understanding
Human Communication, 1997
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss, Human
Communication, 1994