Inilah sekelumit kisah
indah ramadhanku, berbagi sesama manusia tanpa mengenal status sosial yang
disandangnya. Karena dimata Allah semua umat adalah sama yg membedakan hanyalah
amal ibadahnya masing masing.
Seperti tahun tahun sebelumnya setiap Ramadhan tiba kemacetan
parah selalu mewarnai lalulintas ibukota Jakarta, dari yang biasanya pulang
agak larut menjadi on time. Tujuannya hanya satu ingin berbagi kebahagiaan
bersama keluarga dengan berbuka puasa bersama yang hanya bisa dilakukan dibulan
Ramadhan.
Iri rasanya hati ini untuk bisa ikut merasakan kebersamaan
tersebut dan ini adalah pilihan yang tidak bisa dihindari, mengingat kondisi
dan lokasi tempat mengais rezeki berada diluar ibukota dan baru tiba di rumah
selepas azan isya berkumandang.
Bagi pengguna jasa angkutan umum seperti bus dan kereta api pada
umumnya sudah mempersiapkan minuman dalam kemasan praktis untuk berbuka dan
bagi para wanita yang bekerja kantoran biasanya selalu mempersiapkan teh manis
hangat dalam tempat minum sebagai bekal untuk berbuka. Dan untuk ta!jil lain
lagi ceritanya, beberapa penganan kecil dari pedagang asongan seperti lontong
dan gorengan atau yang ingin hygines roti yang dibungkus plastik seperti Sari
Roti (bukan menyindir M. Nazaruddin) selalu menjadi pilihan para penumpang
untuk mengganjal perut sampai di rumah.
Sore itu shuttle bus yang saya naiki berhenti di halte bis Pasar
Baru tepatnya didepan kantor pos besar. “masih setengah jam lagi menuju azan
magrib” hati kecil ini berkata. Kulihat beberapa angkot berwarna telor asin
sudah menunggu penumpang, setelah tengok kiri kanan untuk menyebrang jalan,
bergabunglah dengan penumpang lainnya di dalam angkot tersebut. Tak berapa lama
kemudian meluncurlah angkot yang kunaiki menuju arah terminal Senen untuk
selanjutnya berganti dengan angkot jurusan lainnya menuju ke rumah
Satu persatu penumpang turun dari angkot yang ku naiki dan
tinggallah saya sendiri yang kebetulan duduk samping pak supir untuk
melanjutkan perjalanan, tak berapa lama kemudian terdengarlah suara azan magrib
berkumandang, yang berasal dari masjid yang dilewati oleh angkot yang saya
tumpangi.
Alhamdulilah.. saat saat seperti inilah yang selalu dirindukan
oleh umat islam untuk membatalkan puasa. Belumlah usai azan magrib berkumandang
tiba tiba sang supir angkot menepikan kendaraannya di salah satu warung pinggir
jalan dan berkatalah ia. “Bu sudah buka, barangkali ibu mau beli minuman
untuk buka dipersilakan.”
Ya Allah….ya Rabbi, ternyata Engkau masih memelihara satu dari
sekian supir angkot untuk peduli terhadap penumpang walaupun selama ini aku
selalu menggerutu jika menaiki angkot yang dikemudikan oleh supir dari tanah
batak (maaf ya jika ada yang tersinggung) yang terkenal ugal ugalan, ternyata
dihati pak supir ini masih terselip sebuah kebaikan. ” Terimakasih pak
jawabku” sembari menawarkan ta’jil yang saya bawa.
Langit Jakarta sudah
berubah menjadi jingga dan akhirnya menjadi gelap, perjalanan pulangku masih
berlanjut, tapi saya merasa bersyukur dengan segala rezeki dari Nya dapat merasakan
pengalaman yang tidak akan pernah terulang kembali karena sekarang kantorku
sudah lebih dekat dengan rumah sehingga sebelum azan magrib sudah sampai dan
tentu saja akan ada cerita menarik lainnya di bulan Ramadhan ini. (Kita tunggu
saja ya..heheheh..).
Semoga para kompasioner lainnya juga mendapatkan pengalaman
berharga selama bulan Ramadhan.
0 komentar:
Posting Komentar